Setelah mengajar di MI aku baru sadar
bahwa, ternyata tidak mudah menjadi seorang guru MI, terutama guru kelas
satu. Tidak semua siswa kelas satu berasal dari TK (Taman Kanak-kanak),
banyak diantara mereka yang memang belum pernah sama sekali mendapat
pendidikan formal sehingga seorang guru kelas satu harus mengajar mereka
dari awal yaitu membantu untuk bisa menulis, karena diantara mereka
masih ada yang cara memegang pensil saja masih salah, mengenalkan huruf
mulai dari A sampai dengan Z baru mulai menggabungkan huruf sehingga
menjadi sebuah kata, mengenalkan angka.
Meskipun tidak menjadi jaminan siswa
lulusan sebuah TK sudah bisa mengenal huruf dan membaca. Selain itu,
seorang guru kelas satu tidak hanya materi yang harus dikuasai tapi
kondisi kelaspun tidak kalah penting. Karena percuma saja seorang guru
mengajar dalam kondisi kelas yang tidak kondusif seperti siswa yang
berlarian di dalam kelas, siswa yang berkelahi, kelas yang gaduh dan
siswa yang menangis.
Mengajar di kelas satu membutuhkan
tingkat kesabaran yang tinggi. Ada pepatah mengatakan “Sabar itu ada
batasnya” namun pepatah tersebut tidak berlaku untuk guru MI kelas satu.
Bagi mereka sabar itu tidak ada batasnya. R asanya tidak berlebihan
jika kita menganggap bahwa guru kelas satu merupakan sosok yang “Luar Biasa”. Mereka tidak pernah mengeluh apalagi jera untuk mengajar kelas satu. Rasa cape