Program unggulan
dari MI Mathlaul Anwar Tapos II Tenjolaya Bogor salah satunya adalah Qiro’atul Qur’an.
Salah satu cabang ilmu Al-Qur’an adalah Qiro’atul Qur’an, hal ini
seperti yang kita ketahui Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Quraisy yang
mana merupakan bahasa persatuan bangsa Arab. Namun, meskipun demikian bangsa
Arab terdiri dari berbagai suku yang memiliki ciri-ciri atau perbedaan dalam
dialek (lahjah) antara suku yang satu dengan suku yang lain. Hal ini
dikarenakan perbedaaan kondisi alam, seperti letak geografis, dan juga sosio
kultural dari masing-masing suku. Perbedaan dialek inilah yang juga menimbulkan
lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan Al-Qur’an.
Namun, seperti yang kita ketahui ilmu Qiro’atul Qur’an tidak banyak
dipelajari, hanya kalangan tertentu saja yang mempelajarinya seperti kalangan
akademisi. Hal tersebut disebabkan karena ilmu ini tidak mempelajari masalah
yang berkaitan dengan aspek kehidupan manusia. Namun, ilmu ini merupakan ilmu
yang bermanfaat dalam menggali, menjaga, dan mengajarkan berbagai “cara
membaca” Al-Qur’an yang sesuai dengan anjuran Rasulullah. Dan hal lain yang
tidak kalah penting adalah pengetahuan tentang qira’ah berperan penting dalam
memahami perbedaan penafsiran terhadap Al-Qur’an.
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak zaman Nabi walaupun pada saat
itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu, ada beberapa riwayat yang dapat
mendukung asumsi ini, yaitu:
Suatu ketika Umar bin Khattab menemukan perbedaan cara membaca ayat
al-Qur’an dengan Hisyam. Kemudian peristiwa perbedaan membaca ini mereka
laporkan ke Rasulullah Saw. Maka beliau menjawab dengan sabdanya:
إِنَّ هذَا القُرْآنَ
أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَاتَيَسَّرَمِنْهُ
Artinya :“ Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dalam tujuh
huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah.dari tujuh huruf
itu.” ( Al-Bukhori, Shahih al-Bukhori : III : 227)
Imam Bukhori juga meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a ;
“Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :” Malaikat jibril telah
membacakan al-Qur’an kepadaku dengan satu cara membaca,tetapi saya meminta dia
mengulanginya, sehingga saya selalu minta dia menambah cara bacaanya, dan
diapun selalu menambah bacaan kepadaku sehingga sampai berjumlah tujuh bacaan”
[Tim Penyusun MKD, Studi Al-Qur’an, Surabaya, IAIN Sunan Ampel Press, 2011,
hlm. 196]
Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dimulai pada
masa tabi’in, yaitu pada awal abad ke 2 Hijriah, tatkala para qari’ tersebar di berbagai pelosok, telah tersebar
di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mngemukakan qira’at gurunya daripada
mengikuti qira’at imam-imam lainnya.
Qira’at-qira’at tersebut diajarkan secara
turun-menurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada imam qira’at baik yang
tujuh, sepuluh atau yang empat belas. Timbulnya sebab lain dengan penyebaran
qori’-qori’ ke berbagai penjuru pada masa Abu Bakar, maka timbullah qira’at
yang beragam. Lebih-lebih setelah terjadinya transpormasi bahasa dan akulturasi
akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa bukan arab, yang pada akhirnya
perbedaan qira’at itu berada pada kondisi itu secara tepat.