Program
unggulan dari MI Mathlaul Anwar Tapos II Tenjolaya Bogor salah satunya adalah Qasidah.
Pengertian
Qasidah
Qasidah berasal dari kata
"qasidah" (bahasa Arab), artinya "lagu"atau nyanyian". Tetapi arti qasidah selanjutnya menunjuk kapada lagu dan
musik dengan ciri tersendiri, yaitu lagu dengan syair-syair
bertemakan agama Islam atau da'wah Islam. Qasidah juga menunjukkan grup
kesenian dengan alat musiknya yang paling pokok adalah rebana,
kecrek, dan lain-lain. Satu grup kesenian qasidah terdiri atas lima hingga enam orang dengan memainkan rebana berbagai
ukuran, dari yang paling kecil hingga rebana
yang paling besar, dan ditambah dengan alat kecrek. Pada perkembangan selanjutnya kesenian qasidah dapat dimainkan
dengan alat kesenian lainnya sesuai keterampilan seniman itu sendiri.
Maksud dan fungsi
Qasidah
Kesenian qasidah diadakan dengan
maksud untuk memberikan hiburan musik dan Seniman muslim berkreasi dengan maksud tertentu,
seperti sebagai berikut:
Rekreatif atau hiburan.
Menyemarakkam hari-hari besar
Islam.
Da'wah Islam.
Sejarah
dan Perkembangan Qasidah
Seni qasidah lahir bersamaan
dengan kelahiran Islam. Untuk pertama kalinya, qasidah ditampilkan
oleh kaum Anshar (penolong Nabi Muhammad saw. dan sahabat-sahabatnya dari kaum Muhajirin dalam perjalanan
hijrah dari tanah kelahirannya (Makkah)
ke Yatsrib (Madinah). Pada saat itu beberapa kaum Anshar menyambut kedatangan
Nabi dan mendendangkan lagu-lagu pujian diiringi dengan lantunan musik rebana.
Lagu-lagu pujian saat itu pun melegenda hingga hari ini sebagai lagu klasik dan
masih dapat dinikmati hingga sekarang.
Sebagai contoh dari lagu-lagu pujian itu adalah sebagai berikut:
Ya Nabi, keselamatan untukmu
Ya Rasul, keseamatan untukmu
Ya Kekasih, keselamatan untukmu
Engkaulah matahari, engkaulah rembulan
Engkau cahaya di atas cahaya
Engkau penerang kegelapan
Engkau pelita penerang hati
Ya Rasul, keseamatan untukmu
Ya Kekasih, keselamatan untukmu
Engkaulah matahari, engkaulah rembulan
Engkau cahaya di atas cahaya
Engkau penerang kegelapan
Engkau pelita penerang hati
Seni qasidah pun biasa
dipergunakan pada acara Marhaban, yaitu acara menyambut kelahiran
bayi serta pada acara cukuran bayi yang berumur 40 hari, dan pada hari besar
Islam lainnya.
Berbeda dengan jenis-jenis musik
dan lagu yang tumbuh dalam budaya Indonesia, qasidah
merupakan kesenian yang diapresiasi oleh kalangan ulama dan pesantren. Dimana dalam hal berkesenian, kalangan ulama dan pesantren dapat
dikatakan kurang menerima jenis kesenian lainnnya, bahkan
cenderung mengharamkan. Sehingga dengan kondisi seperti ini dapat
dipahami jika kesenian qasidah lebih banyak berkembang pada masyarakat
yang memiliki ciri budaya Islam yang kental seperti di pesantren-pesantren. Dalam hal ini di Propinsi Banten dengan ciri
busaya pesantren yang masih kental, maka kesenian qasidah dapat hidup
dan terus bertahan dari waktu ke waktu.
Dari segi isi syair lagu-lagu
pada seni qasidah, para ulama membuat batasan, bahwa lagu qasidah
haruslah mengandung pesan-pesan sebagai berikut:
Mendorong keimanan kepada Allah dan Hari Akhir;
Mendorong orang untuk beribadah dan taat terhadap Allah serta Rasulnya.
Mendorong orang untuk berbuat kebajikan dan menjauhi ma'shiyat.
Mendorong orang untuk bertindak amar ma'ruf dan nahyi munkar.
Mendorong orang agar memiliki etos kerja tinggi dan berjiwa patriotis.
Mendorong orang agar menjauhi gaya hidup mewah serta berbuat riya.
Tidak menampilkan pornografi maupun porno-aksi dan menggugas syahwat.
Tidak menampilkan syair yang cengeng sehingga membuat orang malas bekerja.
Mendorong orang untuk beribadah dan taat terhadap Allah serta Rasulnya.
Mendorong orang untuk berbuat kebajikan dan menjauhi ma'shiyat.
Mendorong orang untuk bertindak amar ma'ruf dan nahyi munkar.
Mendorong orang agar memiliki etos kerja tinggi dan berjiwa patriotis.
Mendorong orang agar menjauhi gaya hidup mewah serta berbuat riya.
Tidak menampilkan pornografi maupun porno-aksi dan menggugas syahwat.
Tidak menampilkan syair yang cengeng sehingga membuat orang malas bekerja.
Qasidah sebagai salah satu
bentuk kesenian dapat bertahan sejak mulai berkembang di daerah ini hingga sekarang. Dari waktu ke waktu grup-grup qasidah
selalu datang silih berganti. Jenis kesenian ini dari yang masih
asli yaitu menggunakan alat musik rebana dan kecrek hingga pada bentuknya
yang bercampur musik modern dapat terus berkembang. Bahkan bentuk qasidah
yang asli masih kuat dipertahankan oleh kaum muslimin,
termasuk daerah Propinsi Banten. Tahun 2002 di Propinsi Banten terdaftar tidak kurang dari 83 grup Qasida yang tersebar di seluruh kota dan
kabupaten.
Pernah juga
muncul qasidah modern, yaitu grup Rofiqoh Dartowahab merupakan grup Qasidah yang pernah popular di negeri ini.
Setelah ketenaran grup ini mulai pudar muncul
pula grup lain yaitu grup Nasyidaria (dari kota Semarang) hingga sempat pula
mengenyam masa kepopulerannya, kemudian meredup kembali. Demikianlah Qasidah-qasidah modern ini datang dan pergi silih
berganti. Namun tetap saja seni qasidah baik yang mempertahankan bentuk seninya
yang asli maupun seni qasidah yang sudah di modernisir dapat bertahan dengan pengemarnya masing-masing.
Daerah
Penyebaran Qasidah
Masyarakat
Banten merupakan masyarakat yang sangat religius. Oleh karena itu senian Qasidah tumbuh subur di hampir seluruh
daerah Propinsi Banten. Grup-grup qasidah
yang sudah terdaftar menurut data pada tahun 2002 ada sebanyak 83 grup, tersebar di seluruh kota dan kabupaten, dan terbanyak
terdapat di Kota Tangerang.
Di kota Tangerang merupakan
tempat penyebaran seni Qasidah yang paling banyak, tercatat sebanyak 45 grup
Qasidah sudah terdaftar di dinas Budaya dan Pariwisata Propinsi Banten dalam data tahun 2002
Qasidah merupakan kesenian yang
mudah dikenal bagi kalangan muslimin di tanah air.
Demikian pula di wilayah Banten, seni ini berkembang bersama dengan berkembangnya seni Qiro'ah (seni baca Al-Quran) yang dapat dikatakan
selalu ada di tiap kampung. Demikian pula dengan seni qasidah,
setiap santri dan anak-anak remaja yang belajar mengaji di
mesjid-mesjid, majelis ta'lim maupun pesantren, dalam rangka mengisi waktu biasanya mereka belajar pula seni
qasidah. Oleh karena itu, agak sulit untuk melacak silsilah dan tokoh
seni qasidah ini.
Para pemimpin qasidah seperti
tercantum dalam tabel-taben grup kesenian Qasidah di atas dapat disebutkan sebagai tokoh-tokoh Qasidah di wilayah Banten.
Belum lagi kelompok seni qasidah yang tidak mendaftarkan
pada Dinas Kebudayaan Propinsi Banten, jumlahnya tentu lebih banyak lagi. Pendek
kata, hampir di tiap kampung dan desa selalu terdapat kelompok
seni qasidah ini. Sehingga dapat dikatakan hampir merata di seluruh daerah Banten.
Pemain
Qasidah, Busana dan Pertunjukan
Pemain Qasidah sedikitnya ada 8
orang, dan mereka terdiri atas: 3 orang pemegang rebana kecil yang berfungsi
sebagai melodi atau pengatur lagu. 4 orang
pemegang rebana besar; dari rebana ke-4 hingga ke-7 ukurannya bertambah besar, sehingga rebana ke-7 merupakan yang paling
besar. 1 orang pembawa alat musik kecrek yang bertugas mengiringi tabuhan ke-7
rebana tersebut.
Rebana besar ini adalah sebagai
pengiring lagu. Dan dapat pula ditambah dengan alat seni lainnya tergantung pada senimannya itu sendiri. Adapun penyanyi
bisa secara khusus sebagai penyanyi yang tidak memegang rebana,
atau bisa pula para pemegang rebana Namun pada umumnya penyanyi
adalah pemegang ke-3 rebana kecil. Dan dalam penampilannya
ke-7 seniman qasidah ini biasanya mereka dituntut untuk dapat bernyanyi toor. Sedangkan penabuh kecrek biasanya tidak tampil sebagai penyanyi
tunggal, ugasnya hanyalah menyelaraskan irama tabuhan
rebana dengan kecrek saja.
Pemain Qasidah mengenakan busana
muslim seragam dengan warna-warni yang mencolok, jika wanita. Sedangkan
jika pria biasanya memakai baju koko lengkap dengan pecinya. Namun ada pula seniman pria yang menggunakan jas dengan peci
hitam, dan ada pula seragam wanitanya yang menggunakan
kebaya panjang dengan kerudung yang menutup seluruh kepala. Sekarang
penggunaan busana para seniman qasidah lebih semarak
dan disesuaikan dengan perkembangan busana saat Mi. Yang penting, ketentuan
busana muslim yang menutup seluruh bagian tubuh wanita sesuai ketentuan agama
Islam, sedang busana pria tidak sebagaimana pada busana
wanita. Busana ria cukup dengan baju koko dan peci saja.
Pertunjukan Qasidah hampir sama
dengan pertunjukan seni suara dan musik lainnya seperti
musik populer dan dangdut, yakni menampilkan sederetan lagu yang telah dipersiapkan pemain maupun memenuhi permintaan lagi dari penonton. Namun
pada pertunjukan qasidah pria ada pula yang diselingi
dengan humor diantara pertunjukan lagu-lagu.
Sumber: Masduki Aam
dkk. 2005 Kesenian Tradisional Provinsi Banten Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung